PENGERTIAN HADIS
DAN SYARAT KESAHIHANNYA
KELOMPOK 1
KHALIL NURUL ISLAM
MUH. SIDDIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
ALAUDDIN MAKASSAR
FAKULTAS USHULUDDIN
PRODI ILMU HADIS KHUSUS (IHK)
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami
persembahkan kepada kehadiran Tuhan semesta alam yaitu Allah SWT atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya sehingga kegiatan penulisan makalah ini dapat berjalan
dengan baik, meskipun , terdapat beberapa kendala dari penulisan ini yang
menunjukkan keterbatasan kapasitas kami sebagai seorang manusia.Shalawat dan
salam tetap tercurahkan kepada junjungan umat Islam pembawa risalah kebenaran
yaitu Rasulullah Muhammad saw.
Kami mengucapkan
terima kasih kepada pembimbing kami yang telah memberikan tugas kepada kami
yang sekaligus kami dididik dan dilatih untuk jauh lebih berkualitas dan profesional sesuai bidang
studi kami didalam dunia perkuliahan.
Kami juga meminta
maaf atas kesalahan dan kekeliruan yang terdapat dalam penulisan makalah kami
.Oleh karena itu , kami meminta saran dan kritikan yang akan membawa kami
menuju kearah yang lebih baik.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang
Hadis merupakan bagian terpenting dalam ajaran agama islam . dengan
hadis sesorang dapat mengetahui hukum-hukum atas sesuatu hal . Namun dalam
sejarah perkembangannya hadis memiliki banyak permasalahan-permasalahan dimana
sebagian orang memahami bahwa Al-quran sudah cukup dijadikan sebagai
sumber hukum . Padahal dengan hadislah seseorang dapat memahami bagaimana
syariat dalam Al-qur’an itu dijalankan.
Pemahaman yang
kurang mengenai hadis itu sendiri dan yang terkait dengannya itulah yang
seringkali membuat seseorang berpendapat salah tentang hadis.
1.2
Rumusan masalah
1.
Apa pengertian hadis sunnah khabar dan atsar ?
2. Apa struktur hadis sanad matan rawi dan mukharrij?
3.
Apa syarat syarat hadis shahih ( sanad dan matan) meliputi kaidah
mayor dan minor sanad dan matan hadis?
1.3
Tujuan
Kami melakukan kegiatan penulisan makalah
ini untuk memenuhi tugas kami yaitu merumuskan salah satu unsur komponen dalam
hadis itu sendiri, dalam hal ini yang akan kami uraikan pada subbab berikutnya.
1.4
Manfaat
Dengan penulisan makalah ini dapat menambah
khazanah keilmuan kami khususnya dalam bidang studi Ulumul Hadis .
BAB II
PEMBAHASAN
1.
PENGERTIAN
HADIS SUNNAH KHABAR DAN ATSAR
Hadis kedudukannya
dalam agama Islam adalah menjadi sumber hukum kedua
setelah Al-Quran , hadis juga berfungsi sebagai
bayan atau penjelas terhadap Al-Quran.
Ketika hadis dibahas diberbagai disiplin ilmu ,dapat ditemukan baik
dalam buku sejarah pengantar ilmu hadis , ulumul hadis , dan yang terkait
dengannya membahas tentang hadis hubungannya atau relasinya dengan sunnah ,
khabar , dan atsar .
Di
dalam buku-buku ilmu hadis terdapat argumen yang menyamakan hadis dengan yang lain
, begitupun argumen yang membedakan antara hadis , sunnah , khabar , dan atsar.
Berikut penjelasan pengertian hadis ,
sunnah , khabar , dan atsar:
A.
HADIS
Hadis telah
menjadi sumber hukum kedua
setelah Al-Quran . Hadis memiliki beberapa pengertian sebagai berikut:
Secara etimologi ( bahasa ), Al-hadis berarti :
a.
الجديد ( yang baru) lawan dari القديم
b.
القريب ( yang dekat : yang belum lama lagi terjadi ) , seperti
kata-kata
هو حديث
العهد بالأسلام ( dia orang yang baru memeluk agama islam ).
c.
الخبر ( berita/ khabar ) , seperti yang dikemukakan oleh ayat-ayat Al
qur’an sebagai berikut :
فَلۡيَأۡتُواْ بِحَدِيثٖ مِّثۡلِهِۦٓ
إِن كَانُواْ صَٰدِقِينَ ٣٤
34. Maka hendaklah mereka
mendatangkan kalimat yang semisal Al Quran itu jika mereka orang-orang yang
benar.(Q.S. Ath-Thuur:34)[1]
فَلَعَلَّكَ بَٰخِعٞ نَّفۡسَكَ
عَلَىٰٓ ءَاثَٰرِهِمۡ إِن لَّمۡ يُؤۡمِنُواْ بِهَٰذَا ٱلۡحَدِيثِ أَسَفًا ٦
6. Maka (apakah)
barangkali kamu akan membunuh dirimu karena bersedih hati setelah mereka
berpaling, sekiranya mereka tidak beriman kepada keterangan ini (Al-Quran).(Q.S.
Al-Kahfi:6)
Sedangkan menurut istilah ( terminologi
) , para ulama berbeda pendapat dalam memberikan pengertian
tentang hadis .
a.
Ulama
hadis umumnya menyatakan , bahwa hadis
ialah segala ucapan nabi , segala perbuatan beliau , segala taqrir ( pengakuan
) beliau dan segala keadaan beliau.
Termasuk segala
keadaan beliau adalah : sejarah hidup beliau yakni : waktu
kelahiran beliau , keadaan sebelum dan sesudah beliau dibangkit sebagai rasul ,
dan sebagainya.
b.
Ulama
ushul menyatakan , bahwa hadis ialah
segala perkataan , segala perbuatan dan taqrir nabi , yang bersangkut paut
dengan hukum.
c.
Sebagian
ulama , antara lain Ath-Thiby menyatakan , bahwa hadis ialah segala perkataan ,
perbuatan dan taqrir nabi , para sahabatnya dan para tabi’in.
Dengan demikian apa yang datang dari para
sahabat nabi dan para tabi’in, termasuk kategori hadis .
d.
Abdul Wahab
Ibnu Subky dalam Mutnul Jami’il Jawami menyatakan bahwa hadis ialah segala perkataan
dan perbuatan Nabi SAW.[2]
Menurut Al-Allamah Al-Bannany dalam
hasyiahnya atas syarahnya Syamsuddin Al-Mahally ,bahwa tidak dimasukkannya
kata-kata taqrir oleh Ibnu Subky dalam defenisi hadis tersebut dimaksudkan
untuk menghindari terjadinya susunan defenisi yang ghairu
mani atau nonesklusif , lagi pula,bahwa taqrir itu telah masuk dalam kategori perbuatan . sebab
kaidah mengatakan , bahwa tidak ada beban hukum , kecuali dalam bentuk
perbuatan’’. Dengan demikian pendapat Ibnu Subky tersebut tidaklah mengingkari
adanya taqrir nabi sebagai salah satu bentuk hadis.[3]
Adanya perbedaan pendapat antara ulama Hadis
dengan ulama Ushul dalam memberikan defenisi hadis diatas , didasari oleh
perbedaan cara peninjauannya.
Ulama Hadis meninjaunya , bahwa pribadi
nabi itu adalah sebagai uswatun hasanah ( ikatan utama ) , sehingga dengan
demikian , segala apa yang berasal dari nabi , baik berupa biografinya ,
akhlaknya , beritanya , perkataan dan perbuatannya , baik yang ada hubungannya
dengan hukum atau tidak , dikategorikan sebagai hadis.
Sedang ulama Ushul meninjaunya , bahwa
pribadi nabi adalah sebagai pengatur undang-undang ( disamping Al-Qur’an ) ,
yang menciptakan dasar-dasar ijtihad bagi para mujtahid yang datang sesudahnya
dan menjelaskan kepada ummat manusia
tentang aturan hidup , yang oleh karena itu membatasi diri dengan hal-hal yang
bersangkut paut dengan penetapan hukum saja.[4]
Sehubungan dengan pengertian istilah
yang telah dikemukakan oleh ulama Hadis diatas , maka secara lebih mendetail ,
hal-hal yang termasuk kategori hadis , menurut Dr. Muhammad Abdul Rauf ialah :
a.
Sifat-sifat
nabi yang diriwatkan oleh para sahabat
b.
Perbuatan
dan akhlak nabi yang diriwayatkan oleh para sahabat
c.
Perbuatan
para sahabat dihadapan nabi yang dibiarkannya dan tidak dicegahnya, yang disebut
‘’ taqrir’’
d.
Timbulnya
berbagai pendapat sahabat dihadapan nabi , lalu beliau mengemukakan pendapatnya
sendiri atau mengakui salah satu pendapat sahabat itu
e.
Sabda
nabi yang keluar dari lisan beliau sendiri
f.
Firman
Allah selain Al-Quran yang disampaikan oleh nabi , yang dinamakan hadis qudsi.
g.
Surat-surat
yang dikirim nabi ,baik yang dikirim kepada para sahabat
yang bertugas didaerah , maupun yang dikirim kepada para sahabat yang
bertugas didaerah , maupun yang dikirim kepada pihak-pihak diluar islam.[5]
Menurut DR. Muhammad Abdul Rauf , bahwa
tiga macam kategori yang terakhir ,yakni huruf e,f,dan g diatas adalah yang
terkuat kedudukannya , sedang selainnya , berkedudukan dibawahnya , sebab telah
bercampur dengan keterangan atau perkataan dari sahabat-sahabat yang
meriwayatkannya. [6]
B. KHABAR
Khabar
dalam kaitannya dengan hadis dijelaskan dalam kitab Qawaid Ushulil Hadis bahwa
hadis itu adalah apa yang datang dari nabi sedangkan khabar adalah apa yang
datang dari selainnya .[7]
Secara etimologi (bahasa) , khabar berarti
berita . adapun menurut istilah , ada dua pendapat :
1. Sebagian
ulama menyatakan bahwa khabar itu sama/sinonim dengan hadis . Oleh karena itu mereka menyatakan bahwa khabar adalah
apa yang datang dari nabi , baik yang marfu’( yang disandarkan kepada rasul ) ,yang mauquf ( yang disandarkan kepada sahabat ) maupun yang maqtu ( yang disandarkan kepada tabi’in )’. Dengan kata lain bahwa khabar itu ,
mencakup apa yang datang dari rasul , dari sahabat dan tab’in.
Menurut
Dr. Subhi dalam bukunya Ulumul Hadis Wa Musthalahuhu para ulama Hadis yang berpendapat
demikian ini beralasan selain dari segi bahasa ( yakni bahwa arti hadis dan khabar adalah berita ), juga
beralasan bahwa yang disebut para perawi itu , tidaklah terbatas bagi orang yang
meriwayatkan / menukilkan berita dari nabi semata tetapi juga yang menukilkan
berita dari sahabat dan tabi’in , sebab kenyataannya para perawi itu telah
meriwayatkan apa yang datang dari nabi dan yang datang dari selainnya . oleh
karena itu tidaklah keberatan untuk menyamakan hadis dengan khabar.[8]
2. Sebagian
ulama Hadis membedakan pengertian khabar dengan hadis
Dr. Muhammad Ajaj
Al-Khatib dalam kitabnya Ushulul Hadis menjelaskan
:
a. Sebagian
pendapat menyatakan , bahwa hadis adalah apa yang berasal dari nabi , sedang
khabar adalah apa yang berasal dari selainnya . oleh karena itu dikatakan ,
orang yang tekun (menyibukkan diri ) pada hadis disebut dengan ‘’muhaddits’’
sedang orang yang tekun pada sejarah atau semacamnya disebut dengan ‘’ akhbary’’.
b. Sebagian
pendapat menyatakan , bahwa hadis bersifat khusus sedangkan khabar bersifat
umum . oleh karena itu tiap tiap hadis adalah khabar dan tidak setiap khabar
adalah hadis .[9]
C.
ATSAR
Didalam kitab Tahriru Ulumil Hadis disebutkan bahwa diantara ulama ada
yang mengkhususkan atsar itu dengan yang mauquf dari sahabat atau selainnya
seperti tabi’in.[10]
Secara
etimologi ( bahasa) dalam kamus Lisanul ‘Arabi disebutkan , atsar adalah بقية الشيء berarti: bekas atau sisa sesuatu.
Atsar
dapat juga berarti nukilan atau yang
dinukilkan dari nabi dinamai do’a Ma’tsur.
Adapun pengertian
menurut istilah , dapat disimpulkan pada 2 pendapat :
1. Atsar
sama atau sinonim dengan hadis .
Karena
itu , ahli hadis disebut juga dengan atsary . Ath-Thabary memakai
kata-kata atsar untuk yang datang dari nabi ,
sedangkan Ath-Thahawi memasukkan juga yang dari sahabat.
2. Atsar
tidak sama artinya dengan istilah hadis
a. Menurut
Fuqaha, atsar adalah perkataan-perkataan ulama salaf,
sahabat, tabi’in dan lain-lain.
b. Menurut
fuqaha khurasan , atsar adalah perkataan sahabat , khabar adalah hadis
nabi.
c. Az-Zarkasyi , memaknai
istilah atsar untuk hadis mauquf tetapi membolehkan juga untuk
memakai istilah atsar untuk hadis marfu’.[11]
D. SUNNAH
Sunnah dalam kitab Qawaid Ushulil Hadis disamakan
dengan hadis yaitu pada istilah muhadditsin adalah perkataan-perkataan Rasulullah
SAW., perbuatannya , takrirnya , sifatnya , dan perjalanan hidupnya. Dan sebagian
mengartikan sunnah apa yang disandarkan kepada Rasulullah SAW. , baik perkataan
, perbuatan , taqrir , sifat fisik , dan sifat akhlaknya.[12]
Secara etimologi ( bahasa ) , sunnah adalah bentuk mufrad yang jamaknya
adalah sunanun (سنن) dalam kamus Mukhtar
Al-Sahah السَّنَنُ berarti الطريقة yang berarti jalan.
menurut
Asy-syaukani , sunnah berarti الطريقة ولو غير مرضية jalan , walaupun tidak
diridhai.
Dr. Musthafa As-Siba’iy dalam kitabnya Assunnah
Wamakana Tuhafit Tasyri’il Islamy mengatakan bahwa arti sunnah menurut bahasa adalah
: الطريقة محمودة كانت او مذمومة Jalan , baik terpuji maupun tercela.
Adapun arti sunnah
menurut istilah , para ulama berbeda pendapat.
a. Menurut
Ahli Hadis
Sunnah ialah : ‘’
segala yang dinukilkan dari Nabi SAW. Baik perkataan
, taqrir, pengajaran , sifat , keadaan , maupun perjalanan hidup beliau ; baik yang
demikian itu terjadi sebelum maupun sesudah dibangkit menjadi rasul’’.
b. Menurut
Ahli Ushul
Sunnah ialah : ‘’
segala yang dinukilkan dari nabi SAW. Baik perkataan , perbuatan , maupun
taqrir ( pengakuan ), yang mempunyai hubungan dengan hukum.
c. Menurut
Ahli Fiqh
Sunnah ialah “ suatu
amalan yang diberi pahala apabila dikerjakan dan tidak diberi siksa apabila
ditinggalkan’’.
d. Menurut
Ibnu Taimiyah
Sunnah ialah ‘’ adat
(tradisi) yang telah berulang kali dilakukan masyarakat , baik yang dipandang
ibadat maupun tidak .
e. Menurut
Dr. Taufiq Sidqy
Sunnah ialah ‘’ thariqat (jalan) yang dipraktekkan
oleh rasul SAW. Terus menerus dan diikuti oleh para sahabat beliau.
f. Menurut
Prof Dr. T. M . Hasbi Ash-Shiddieqy
Sunnah ialah :’’ suatu
amalan yang dilaksanakan oleh nabi secara terus menerus dan dinukilkan kepada
kita dari zaman ke zaman dengan jalan
mutawatir ‘’ . jadi nabi melaksanakan amalan beserta para sahabat , para
sahabat melaksanakannya beserta tabi’in , dan demikian seterusnya dari generasi
kegenerasi sampai pada masa kita sekarang ini .
Dalam artian inilah kata ‘’ sunnah’’ yang terdapat
dalam hadis berikut:
النبي ص م
قال : تركت فيكم امرين لم تضلوا ما ان تمسكتم بهما: كتاب الله وسنة رسوله
(رواه مالك)
‘’ bahwasanya Rasulullah SAW. . pernah
bersabda : aku telah meninggalkan pada kamu sekalian dua perkara , tidak akan
tersesat kamu selama kamu berpegang teguh dangan kedua-duanya , yaitu : kitab
Allah dan Sunnah Rasulnnya. (H.R. Malik ) .[13]
2 .
STRUKTUR HADIS SANAD MATAN RAWI DAN MUKHARRIJ
A. SANAD
Menurut
bahasa, sanad berarti: sandaran,yang dapat dipegangi atau dipercayai,kaki bukit
atau kaki gunung.
Sedangkan menurut istilah, sanad adalah
mata rantai para perawi hadis yang menghubungkan sampai kepada matan hadis.[14]
Dalam bidang ilmu hadis sanand merupakan
salah satu neraca yang menimbang shahih atau dhaifnya suatu hadis.Andaikata
salah seorang dalam sanad ada yang fasik atau yang tertuduh dusta atau jika
setiap para pembawa berita dalam mata rantai sanad tidak bertemu secara
langsung (muttashil), maka hadis tersebut dhaif dan tidak dapat diterima
sehingga tidak dapat dijadikan sebagai hujjah.Demikian sebaliknya jika pembawa
hadis tersebut orang-orang yang cakap dan cukup persyaratan yaitu
adil,takwa,tidak fasik,menjaga muru’ah.dhabit, dan sanadnya bersambung dari
satu periwayat kepada periwayat yang lain sampai kepada sumber berita pertama,
maka hadis tersebut dinilai shahih.[15]
Sanad sangatlah penting dalam
hadis,karena hadis itu terdiri dari dua unsur yang secara intergral tidak dapat
dipisahkan satu dengan yang lain, yaitu matan dan sanad. Hadis tidak mungkin
terjadi tanpa sanad karena mayoritas hadis pada masa nabi tidak tertulis
sebagaimana al-qur’an dan dieterima secara individu (ahad) tidak secara mutaw
hatir. Hadis hanya disampaikan dan diriwayatkan secara ingat-ingatan dan hafalan
para sahabat yang andal, di samping hiruk-piruk para pemalsu hadis yang tidak
bertanggug jawab. Oleh karena itu,tidak semua hadis dapat diterima oleh para
ulama, kecuali telah memenuhi kriteria yang ditetapkan, di antaranya disertai
sanad yang dapat dipertanggungjawabkan keshahihannya. Para ulama memberikan
berbagai komentar tentang pentingnya sanad, antara lain :
a.
Muhammad
bin Sirin ( w.110 H/728 M) berkata :
ان هذالعلم دين فانظروا عمن تاخذون دينكم
“ Sesungguhnya ilmu ini
(Hadis) adalah agama, perhatikanlah dari mana kalian mengambil agama kalian itu
“.
b.
Abdullah
bin Al-Mubarak (w.181 H/797 M) berkata :
الاسناد من الدين ولولا السناد لقال من شاء ماشاء
“ Sanad
itu adalah sebagian dari agama jika tidak ada sanad maka siapa saja dapat
mengatakan apa yang dikehendakinya “.
c.
Az-Zuhri
setiap menyampaikan hadis disertai dengan sanad dan berkata:
لايصلح ان يرقى السطح الا بدرجه
“Tidak layak naik ke loteng/atap rumah kecuali
dengan tangga”.
Maksud tangga adalah
sanad.Jadi,seseorang tidak mungkin sampai kepada Rasulullah.SAW. dalam
periwayatn hadis tanpa harus melalui sanad.
Penyataan-pernyataan di atas memberikan
petunjuk bahwa apabila sanad suatu hadis benar-benar dapat dipertanggungjawabkan
keshahihannya, maka hadis pada umumnya berkualitas shahih dan tidak ada alasan
untuk menolaknya.[16]
B. MATAN
Kata matan atau al-matan menurut bahasa
berarti : keras,kuat,sesuatu yang tampak dan yang asli,tanah yang tinggi dan keras.
Menurut
istilah,matan adalah :
ما ينتهى اليه السناد من الكلام
“ suatu kalimat tempat berhentinya sanad “.[17]
Berbagai redaksi defenisi matan hadis
yang diberikan para ulama, intinya sama yakni materi atau isi berita yang
datang dari Nabi.SAW.
Dalam perkembangan karya penulisan, ada
matan dan ada syarah. Matan di sini maksudnya adalah karya atau karangan asal
seseorang pada umumnya menggunakan bahasa yang universal , padat , dan singkat.
Sedangkan syarahnya dimaksudkan penjelasan yang lebih terurai dan terperinci.
Dimaksudkan dalam konteks hadis, hadis sebagai matan,kemudian diberikan syarah
atau penjelasan yang luas oleh para ulama, misalnya Shahih Al-Bukhari
disyarahkan oleh Al-Asqalani dengan nama Fathul Bari dan lain-lain.[18]
C. RAWI
Kata rawi dalam bahasa Arab berasal dari kata Riwayah
yang berarti memindahkan atau menukilkan (النقل). Yaitu memindahkan atau
menukil suatu berita dari seseorang kepada orang lain. Adapun secara istilah,
ar-rawi adalah orang yang menyampaikan periwayatan hadis (ada’ al-hadis) dari
seorang guru kepada orang lain yang terhimpun ke dalam buku hadis. Untuk menyatakan
perawi suatu hadis dinyatakan dengan kata رواه البخارى , berarti hadis diriwayatkan oleh Al-Bukhari.[19]
Sebenarnya antara sanad dan para perawi
merupakan dua istilah yang tidak dapat dipisahkan karena sanad hadis pada
setiap thabaqat terdiri dari para perawi.Mereka adalah orang-orang yang
menerima dan meriwayatkan serta memindahkan hadis dari seorang guru kepada
murid-muridnya atau teman-temannya. Kemudian bagi perawi yang menghimpun ke
dalam suatu hadis ke dalam suatu kitab tadwin disebut dengan perawi dan disebut
dengan mudawwin atau orang yang menghimpun dan membukukan hadis.Demikian pula
ia disebut mukharrij, karena ia yang menerangkan para perawi dalam sanad dan
derajad hadis itu ke dalam kitab hadisnya.[20]
D. MUKHARRIJ
Kata mukharrij merupakan isim fail dari kata
takhrij atau istikhraj dan ikhraj yang dalam bahasa diartikan :
menampakkan,mengeluarkan, dan menarik. Maksud mukharrij adalah seseorang yang
menyebutkan suatu hadis dalam kitabnya dengan sanadnya. Misalnya jika suatu
hadis mukharrijnya adalah Bukhari berarti hadis tersebut dituturkan oleh
al-Bukhari dalam kitabnya dan sanadnya. Oleh karena itu, biasanya pada akhir
periwayatn sebuah hadis disebutkan akhrajahul Bukhari (ditakhrij oleh Bukhari
) dan seterusnya.[21]
3.
SYARAT SYARAT HADIS SHAHIH ( SANAD
DAN MATAN) MELIPUTI KAIDAH MAYOR DAN MINOR SANAD DAN MATAN HADIS
1.
Pengertian dan syarat-syarat hadis
shahih
Menurut bahasa , shahih berarti : sehat ; selamat dari aib ; benar
atau betul.
Menurut istilah , arti hadis shahih ialah hadis yang bersambung
sanadnya, diriwayatkan oleh orang-orang yang adil dan dhabith , serta tidak
terdapat didalamnya suatu kejanggalan dan cacat . demikian menurut imam nawawi
, berdasar kaidah yang dibuat oleh ibnu shalah.[22]
Berdasarkan
pengertian ini maka syarat-syarat hadis shahih ada lima macam .yakni:
1.
Sanad hadis itu harus bersambung (
ittishalul isnad).
Maksudnya , sanad
hadis itu sejak dari mukharrijnya sampai kepada nabi tidak ada yang terputus .
karenanya , hadis munqathi’ , mu’dhal,muallaq,mudallas dan sebangsanya ,
tidaklah termasuk hadis shahih.jadi, hadis nabi yang berkualitas shahih ,
haruslah berupa hadis musnad dan bukan sekedar hadis muttashil. Sebab,
sebagaimana telah dijelaskan dalam bab yang lalu , bahwa setiap hadis musnad ,
pasti hadis muttashil , dan tidak setiap hadis muttashil adalah hadis musnad.
Sebab hadis muttashil adakalanya marfu’ dan adakalanya tidak , sedang hadis
musnad , pasti marfu’nya .kemudian adakalanya muttashil dan adakalanya tidak muttashil,
sedang hadis musnad , pasti muttashil.
2.
Para perawi yang meriwayatkan hadis
itu , haruslah orang yang bersifat adil ( kepercayaan).
Arti adil disini adalah memiliki sifat-sifat :
a.)
Istiqamah dalam Agamanya ( islam ) ;
b.)
Akhlaknya baik ;
c.)
Tidak fasiq ( antara lain tidak
banyak melakukan dosa-dosa kecil , apalagi dosa besar); dan
d.)
Memelihara muru’ahnya ( memelihara
kehormatan dirinya )
Jadi pengertian adil disini bukanlah seperti pengertian umum ,
yakni wadha’a kulla syai’in fi mahallihi atau meletakkan segala sesuatu pada
tempatnya , tetapi mengandung seperti aspek-aspek diatas.
3.
Para perawi yang meriwayatkan hadis
itu , haruslah bersifat dhabith . arti dhabith disini ialah memiliki ingatan
dan hafalan yang sempurna . dia memahami dan hafal dengan baik apa yang diriwayatkannya itu , serta
mampu menyampaikan hafalan itu kapan saja dikehendaki . gabungan dari adil dan
dhabith , biasa disebut dengan istilah tsiqah atau tsabat . jadi , orang yang
tsiqah pasti adil dan dhabith , tetapi orang yang adil dan dhabith saja ,
belumlah termasuk orang yang tsiqah.
4.
Apa yang berkenaan dengan
periwayatan hadis itu , tidak ada kejanggalan-kejanggalan ( syuzudz ).
Yang dimaksud dengan syuzudz adalah apa yang sebenarnya berlawanan
dengan peri keadaan yang terkandung dalam sifat tsiqah , atau bertentangan
dengan kaidah-kaidah yang telah berlaku secara umum, atau bertentangan dengan
hadis yang lebih kuat.
5.
Apa yang berkenaan dengan hadis itu
, tidak ada sama sekali cacatnya.[23]
2.
Kaidah mayor keshahihan sanad dan matan suatu hadis
Salah seorang ulama hadis yang berhasil
menyusun rumusan kaidah
keshahihan hadis adalah Abu
‘Amr ‘Usman bin ‘Abdirrahman bin As-Salah Asy-Syahrazuri, yang biasa disebut
sebagai Ibnu As-Salah ( wafat 577 H/ 1245 M) , rumusan yang dikemukakannya
sebagai berikut :
اما الحديث
الصحيح : فهو الحديث المسند الذي يتصل اسناده بنقل العدل الضابط الي منتهاه ولا
يكون شاذا ولا معللا
Artinya :
Adapun hadis
shahih ialah hadis yang bersambung sanadnya ( sampai kepada nabi ) ,
diriwayatkan oleh ( periwayat ) yang adil dan dhabit sampai akhir sanad , (
didalam hadis itu ) tidak terdapat kejanggalan (syuzuz ) dan cacat ( ‘illat).
Berangkat dari defenisi itu dapatlah
dikemukakan bahwa unsur-unsur kaedah kesahihan hadis adalah sebagai berikut :
1. Sanad hadis yang bersangkutan harus
bersambung mulai mukharrijnya sampai kepada nabi;
2. Seluruh periwayat dalam hadis itu harus
bersifat adil dan dhabit ;
3. Hadis itu , jadi sanad dan matannya harus
terhindar dari kejanggalan ( syuzuz ) dan cacat (‘illat).
Dari ketiga butir tersebut dapat diurai
menjadi tujuh butir , yakni lima butir yang berhubungan dengan sanad dan dua
butir yang berhubungan dengan matan . berikut ini dikemukakan uraian butir yang
dimaksud :
a. Yang berhubungan dengan sanad :
1. Sandanya bersambung
2. Periwayat bersifat adil
3. Periwayat bersifat dhabit
4. Terhindar dari kejanggalan ( syuzuz )
5. Terhindar dari cacat ( ‘illat )
b. Yang berhubungan dengan matan :
1. Terhindar dari kejanggalan ( syuzuz )
2. Terhindar dari cacat (‘illat)[24]
c. Kaidah minor sanad dan matan suatu hadis
Kaidah mayor merupakan kaidah induk dari
kaidah kesahihan sanad dan matan suatu hadis , dan kemudian dari kaidah mayor
tersebut memiliki syarat-syarat tersendiri , cabang-cabang dari setiap kaidah
mayor sanad dan matan hadis itulah yang dinamakan kaidah minor . Dr. Abdul
Gaffar M.Th.I memberikan penjelasan mengenai kaidah mayor dan minor ini yaitu
sebagai berikut :
1. Kaidah minor sanad hadis
Dr. Abdul Gaffar M.Th.I memberikan
penjelasan mengenai kaidah mayor dan minor ini yaitu sebagai berikut :
1. Dilihat dari Sanadnya yang bersambung
memiliki kaidah minor yaitu:
a.
Marfu’
Para ulama hadis memberikan pengertian tentang hadis marfu’ adalah
segala perkataan , perbuatan , dan taqrir yang disandarkan kepada nabi Muhammad
saw., baik bersambung sanadnya ataupun tidak , baik yang menyandarkan itu
sahabat nabi atau bukan. Jadi yang terpenting adalah berita itu
disandarkan kepada nabi saw.
b.
Muttashil
Yang
dimaksud muttashil disini berdasarkan penjelasan Dr. Abdul Gaffar M.Th.I dari
itu memiliki karateristik yaitu:
1.
Biodata setiap periwayat periwayat lengkap
2.
Mu’asyarah ( hidup se-zaman ) wa liqa’ ( terjadi pertemuan antara guru
dan murid.
c.
Bebas dari syuzuz
Bebas dari syuzuz atau bebas dari kejanggalan memiliki
karakteristik yaitu sanadnya tidak berbeda dengan riwayat yang lebih tsiqah (
dari aspek kualitas dan kuantitas )
d.
Bebas dari ‘illah
Dalam
istilah muhaddisūn, ‘illat adalah sebab tersembunyi yang masuk ke dalam
hadis sehingga merusak kesahihannya.
2. Dilihat dari ‘adalah rawi melahirkan
beberapa kaidah minor yakni:
1.
Muslim
Yakni beragama islam ketika meriwayatkan sebuah hadis.
2.
Mukallaf
Yang dimaksud mukallaf adalah baligh dan berakal saat
meriwayatkan hadis
3.
Melaksanakan ketentuan agama
Yaitu tidak pernah melakukan dosa besar dan tidak
sering melakukan dosa kecil
4.
Menjaga muru’ah
Yaitu menghindari hal-hal yang dapat merusak harga
dirinya ( bukan dosa ) atau sesuatu yang tidak etis.
3. Dilihat dari dabt Ar-Rawi melahirkan
beberapa kaidah minor yakni:
1. Memahami dengan baik
Yaitu tepat dalam meriwayatkan hadis dengan riwayat bilma’na
2. Menghafal dengan baik
Yakni tidak melakukan perubahan sanad dan matan hadis
3. Meriwayatkan dengan baik
Yakni benar dalam menyampaikan hadis
2. Kaidah minor matan hadis
1. Terhindar dari syuzuz ( kejanggalan)
Dalam pembahasan mengenai kaidah mayor dan minor Dr. H. Rajab, M.Ag. menjelaskan bahwa Menurut Asy-Syafi’i bukanlah yang
disebut hadis syāzz itu hadis yang diriwayatkan oleh seorang periwayat siqah
yang tidak diriwayatkan periwayat
lainnya. Bukan seperti itu yang disebut syāzz.
Syāzz adalah jika seorang periwayat siqah meriwayatkan hadis yang
berbeda dengan orang banyak. Ada dua ketentuan yang harus dipenuhi oleh hadis syāzz dalam
definisi al-Syafii, yaitu (1) hadis diriwayatkan oleh seorang yang siqah; dan
(2) riwayat tersebut berbeda dengan riwayat periwayat lain pada hadis yang sama, tetapi lebih kuat.
Dr. H. Rajab, M.Ag memaparkan Dari kaidah
mayor ini melahirkan beberapa kaidah minor yakni :
- . Al-Qalb atau hadis maqlūb, yaitu hadis yang mengalami pemutar balikan matan. Yang seharusnya diawal ditempatkan di akhir, atau sebaliknya.
- Idraj atau hadis mudraj, yaitu hadis yang mengalami sisipan, baik dari matan hadis lain maupun dari ucapan periwayat.
- Ziyadah atau hadis mazīd, yaitu hadis yang megalami tambahan dari periwayat £iqah (ziyādat al-£iqah).
- Idtirab atau hadis Mudtarib, hadis yang diriwayatkan dari seorang periwayat atau lebih dengan beberapa redaksi yang berbeda dan dengan kualitas yang sama, sehingga tidak ada yang dapat diunggulkan dan tidak dapat dikompromikan.
- Tashif atau hadis musahhaf, yaitu hadis yang mengalami perubahan suatu kata dalam hadis dari bentuk yang telah dikenal kepada bentuk lain.
- Tahrif atau hadis muharraf, yaitu hadis yang padanya terjadi perubahan syakal, sedangkan hurufnya masih tetap
2.
Terhindar dari cacat (‘illat)
‘illah adalah kaidah mayor bagi hadis yang dapat disingkap
sebab yang menyebabkan kualitasnya
menjadi lemah dengan cara membandingkannya dengan unsur luar hadis itu.
Dr. H.
Rajab, M.Ag. menjelaskan bahwa Jika dirujuk
pada sejarah penelitian matan hadis sejak zaman Nabi saw., penelitian
hadis untuk mengetahui terhindar tidaknya hadis tersebut dari ‘illah tidaklah
berbeda dengan praktek para sahabat dan tabiin melakukan metode mu‘āradah dengan
dalil-dalil lain.
Kaidah
mayor ini melahirkan beberapa kaidah minor yaitu :
•
Tidak bertentangan dengan al-Quran.
•
Tidak bertentangan dengan Hadis lain
•
Tidak bertentangan dengan Sejarah
•
Tidak bertentangan dengan kaidah kebahasaan
•
Tidak bertentangan dengan akal sehat.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan kegiatan penulisan makalah ini, maka, dapat disimpulkan
bahwa Hadis memiliki
sinonim yaitu dengan sunnah, khabar , dan atsar , namun, terdapat berbedaan antara
satu dengan yang lainnya.
Hadis memiliki tiga unsur utama yaitu
sanad , matan , dan rawi .Dan didalam hadis memiliki kaidah tersendiri dalam
menentukan kesahihannya yaitu salah satunya dengan kaidah mayor dan minor.
B. DAFTAR PUSTAKA
Ismail, Dr.M. Syuhudi.1992.Metodologi
Penelitian Hadis Nabi. Jakarta : Bulan Bintang.
Ismail, Dr.M. Syuhudi.1987.Pengantar Ilmu
Hadis. Bandung : Angkasa.
Suparta M.A.
Dr.H.Munzier.2014.Ilmu Hadis .Jakarta : Rajawali Pers.
Hasyim ,Dr. Ahmad Umar . 1984 .Qawaid Ushulil Hadis. Bairut : Darul Kitab ‘Arabi.
Al-Judai’, Abdullah Bin Yusuf .2003. Tahriru Ulumil Hadis :
Muassasah Ar-Riyyan.
Khon, Dr. H. Majid M.Ag. 2015. Ulumul Hadis. Jakarta : Amzah.
Kamus lisanul ‘Arabi
Kamus Mukhtar As-Sahah.
[4]
Ibid,hlm.3.
[6] Ibid,hlm.3
[10]Abdullah Bin Yusuf Al-Judai’, Tahriru
Ulumil Hadis( Barithaniyyah:Muassasah
Ar-Riyyan,2003),hlm.19.
[15] Dr.H.Abdul Majid Khon ,M.Ag.,Ulumul Hadis
(Jakarta : Amzah, 2015),hlm.107.
[16] Dr.H.Abdul Majid Khon ,M.Ag.,Ulumul Hadis
(Jakarta : Amzah, 2015),hlm.108.
[17]
Dr.H.Munzier Suparta , M.A., Ilmu Hadis ( Jakarta : Rajawali Pers , 2014
),hlm.46.
[18] Dr.H.Abdul Majid Khon ,M.Ag.,Ulumul Hadis
(Jakarta : Amzah, 2015),hlm.113.
[19] Ibid,hlm.114
[20] Ibid,hlm.115
[21] Dr.H.Abdul Majid Khon ,M.Ag.,Ulumul Hadis
(Jakarta : Amzah, 2015),hlm.114