SELAMAT DATANG KAMU, IYA KAMU :D

Selamat Datang di Blog Kami, Jangan Sungkan :D

Sabtu, 23 Januari 2016

PENGERTIAN HADIS DAN SYARAT KESAHIHANNYA



12243479_998841026806002_1057418916927433313_n.pngPENGERTIAN HADIS DAN SYARAT KESAHIHANNYA









KELOMPOK 1
KHALIL NURUL ISLAM
MUH. SIDDIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
ALAUDDIN MAKASSAR
FAKULTAS USHULUDDIN
PRODI ILMU HADIS KHUSUS (IHK)

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami persembahkan kepada kehadiran Tuhan semesta alam yaitu Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga kegiatan penulisan makalah ini dapat berjalan dengan baik, meskipun , terdapat beberapa kendala dari penulisan ini yang menunjukkan keterbatasan kapasitas kami sebagai seorang manusia.Shalawat dan salam tetap tercurahkan kepada junjungan umat Islam pembawa risalah kebenaran yaitu Rasulullah Muhammad saw.
Kami mengucapkan terima kasih kepada pembimbing kami yang telah memberikan tugas kepada kami yang sekaligus kami dididik dan dilatih untuk jauh lebih  berkualitas dan profesional sesuai bidang studi kami  didalam dunia perkuliahan.
Kami juga meminta maaf atas kesalahan dan kekeliruan yang terdapat dalam penulisan makalah kami .Oleh karena itu , kami meminta saran dan kritikan yang akan membawa kami menuju kearah yang lebih baik.






BAB I
PENDAHULUAN
1.1   Latar belakang
       Hadis merupakan bagian terpenting dalam ajaran agama islam . dengan hadis sesorang dapat mengetahui hukum-hukum atas sesuatu hal . Namun dalam sejarah perkembangannya hadis memiliki banyak permasalahan-permasalahan dimana sebagian orang memahami bahwa Al-quran sudah cukup dijadikan sebagai sumber hukum . Padahal dengan hadislah seseorang dapat memahami bagaimana syariat dalam Al-qur’an itu dijalankan.
       Pemahaman yang kurang mengenai hadis itu sendiri dan yang terkait dengannya itulah yang seringkali membuat seseorang berpendapat salah tentang hadis.










1.2      Rumusan masalah
1.       Apa pengertian hadis sunnah khabar dan atsar ?
2.     Apa struktur hadis sanad matan rawi dan mukharrij?
3.       Apa syarat syarat hadis shahih ( sanad dan matan) meliputi kaidah mayor dan minor sanad dan matan hadis?

1.3      Tujuan
          Kami melakukan kegiatan penulisan makalah ini untuk memenuhi tugas kami yaitu merumuskan salah satu unsur komponen dalam hadis itu sendiri, dalam hal ini yang akan kami uraikan pada subbab berikutnya.

1.4      Manfaat
          Dengan penulisan makalah ini dapat menambah khazanah keilmuan kami khususnya dalam bidang studi Ulumul Hadis .













BAB II
PEMBAHASAN
1.       PENGERTIAN HADIS SUNNAH KHABAR DAN ATSAR
       Hadis kedudukannya dalam agama Islam adalah menjadi sumber hukum kedua setelah Al-Quran , hadis juga berfungsi sebagai bayan atau penjelas terhadap Al-Quran.
       Ketika hadis dibahas diberbagai disiplin ilmu ,dapat ditemukan baik dalam buku sejarah pengantar ilmu hadis , ulumul hadis , dan yang terkait dengannya membahas tentang hadis hubungannya atau relasinya dengan sunnah , khabar , dan atsar .
       Di dalam buku-buku ilmu hadis terdapat argumen yang menyamakan hadis dengan yang lain , begitupun argumen yang membedakan antara hadis , sunnah , khabar , dan atsar.
                       Berikut penjelasan pengertian hadis , sunnah , khabar , dan atsar:
A.      HADIS
       Hadis telah menjadi sumber hukum kedua setelah Al-Quran . Hadis memiliki beberapa pengertian sebagai berikut:
                    Secara etimologi ( bahasa ), Al-hadis berarti :
a.       الجديد ( yang baru) lawan dari القديم
b.       القريب ( yang dekat : yang belum lama lagi terjadi ) , seperti kata-kata
 هو حديث العهد بالأسلام  ( dia orang yang baru memeluk agama islam ).
c.       الخبر ( berita/ khabar ) , seperti yang dikemukakan oleh ayat-ayat Al qur’an sebagai berikut :
فَلۡيَأۡتُواْ بِحَدِيثٖ مِّثۡلِهِۦٓ إِن كَانُواْ صَٰدِقِينَ ٣٤
34. Maka hendaklah mereka mendatangkan kalimat yang semisal Al Quran itu jika mereka orang-orang yang benar.(Q.S. Ath-Thuur:34)[1]




فَلَعَلَّكَ بَٰخِعٞ نَّفۡسَكَ عَلَىٰٓ ءَاثَٰرِهِمۡ إِن لَّمۡ يُؤۡمِنُواْ بِهَٰذَا ٱلۡحَدِيثِ أَسَفًا ٦
6. Maka (apakah) barangkali kamu akan membunuh dirimu karena bersedih hati setelah mereka berpaling, sekiranya mereka tidak beriman kepada keterangan ini (Al-Quran).(Q.S. Al-Kahfi:6)
        Sedangkan menurut istilah ( terminologi ) , para ulama berbeda pendapat    dalam memberikan pengertian tentang hadis .
a.       Ulama hadis umumnya menyatakan , bahwa  hadis ialah segala ucapan nabi , segala perbuatan beliau , segala taqrir ( pengakuan ) beliau dan segala keadaan beliau.
Termasuk   segala keadaan beliau   adalah : sejarah hidup beliau yakni : waktu kelahiran beliau , keadaan sebelum dan sesudah beliau dibangkit sebagai rasul , dan sebagainya.
b.       Ulama ushul menyatakan , bahwa  hadis ialah segala perkataan , segala perbuatan dan taqrir nabi , yang bersangkut paut dengan hukum.
c.       Sebagian ulama , antara lain Ath-Thiby menyatakan , bahwa hadis ialah segala perkataan , perbuatan dan taqrir nabi , para sahabatnya dan para tabi’in.
Dengan demikian apa yang datang dari para sahabat nabi dan para tabi’in, termasuk kategori hadis .
d.       Abdul Wahab Ibnu Subky dalam   Mutnul Jami’il Jawami  menyatakan bahwa hadis ialah segala perkataan dan perbuatan Nabi SAW.[2]
       Menurut Al-Allamah Al-Bannany dalam hasyiahnya atas syarahnya Syamsuddin Al-Mahally ,bahwa tidak dimasukkannya kata-kata taqrir oleh Ibnu Subky dalam defenisi hadis tersebut dimaksudkan untuk menghindari terjadinya susunan defenisi yang   ghairu mani atau  nonesklusif , lagi pula,bahwa  taqrir   itu telah masuk dalam kategori perbuatan . sebab kaidah mengatakan , bahwa tidak ada beban hukum , kecuali dalam bentuk perbuatan’’. Dengan demikian pendapat Ibnu Subky tersebut tidaklah mengingkari adanya taqrir nabi sebagai salah satu bentuk hadis.[3]
       Adanya perbedaan pendapat antara ulama Hadis dengan ulama Ushul dalam memberikan defenisi hadis diatas , didasari oleh perbedaan cara peninjauannya.
       Ulama Hadis meninjaunya , bahwa pribadi nabi itu adalah sebagai uswatun hasanah ( ikatan utama ) , sehingga dengan demikian , segala apa yang berasal dari nabi , baik berupa biografinya , akhlaknya , beritanya , perkataan dan perbuatannya , baik yang ada hubungannya dengan hukum atau tidak , dikategorikan sebagai hadis.
       Sedang ulama Ushul meninjaunya , bahwa pribadi nabi adalah sebagai pengatur undang-undang ( disamping Al-Qur’an ) , yang menciptakan dasar-dasar ijtihad bagi para mujtahid yang datang sesudahnya dan  menjelaskan kepada ummat manusia tentang aturan hidup , yang oleh karena itu membatasi diri dengan hal-hal yang bersangkut paut dengan penetapan hukum saja.[4]
       Sehubungan dengan pengertian istilah yang telah dikemukakan oleh ulama Hadis diatas , maka secara lebih mendetail , hal-hal yang termasuk kategori hadis , menurut Dr. Muhammad Abdul Rauf ialah :
a.       Sifat-sifat nabi yang diriwatkan oleh para sahabat
b.       Perbuatan dan akhlak nabi yang diriwayatkan oleh para sahabat
c.       Perbuatan para sahabat dihadapan nabi yang dibiarkannya dan tidak dicegahnya, yang disebut ‘’ taqrir’’
d.       Timbulnya berbagai pendapat sahabat dihadapan nabi , lalu beliau mengemukakan pendapatnya sendiri atau mengakui salah satu pendapat sahabat itu
e.       Sabda nabi yang keluar dari lisan beliau sendiri
f.        Firman Allah selain Al-Quran yang disampaikan oleh nabi , yang dinamakan hadis qudsi.
g.       Surat-surat yang dikirim nabi ,baik yang dikirim kepada para  sahabat  yang bertugas didaerah , maupun yang dikirim kepada para sahabat yang bertugas didaerah , maupun yang dikirim kepada pihak-pihak diluar islam.[5]
       Menurut DR. Muhammad Abdul Rauf , bahwa tiga macam kategori yang terakhir ,yakni huruf e,f,dan g diatas adalah yang terkuat kedudukannya , sedang selainnya , berkedudukan dibawahnya , sebab telah bercampur dengan keterangan atau perkataan dari sahabat-sahabat yang meriwayatkannya.  [6]


B.      KHABAR
       Khabar dalam kaitannya dengan hadis dijelaskan dalam kitab Qawaid Ushulil Hadis bahwa hadis itu adalah apa yang datang dari nabi sedangkan khabar adalah apa yang datang dari selainnya .[7]
Secara etimologi  (bahasa) , khabar berarti berita . adapun menurut istilah , ada dua pendapat :
1.       Sebagian ulama menyatakan bahwa khabar itu sama/sinonim dengan hadis . Oleh karena itu mereka menyatakan bahwa khabar adalah apa yang datang dari nabi , baik yang marfu’( yang disandarkan kepada rasul )  ,yang mauquf ( yang disandarkan kepada sahabat   ) maupun yang maqtu ( yang disandarkan kepada tabi’in   )’. Dengan kata lain bahwa khabar itu , mencakup apa yang datang dari rasul , dari sahabat dan tab’in.
       Menurut Dr. Subhi dalam bukunya Ulumul Hadis Wa Musthalahuhu para ulama Hadis yang berpendapat demikian ini beralasan selain dari segi bahasa ( yakni bahwa  arti hadis dan khabar adalah berita ), juga beralasan bahwa yang disebut para perawi itu , tidaklah terbatas bagi orang yang meriwayatkan / menukilkan berita dari nabi semata tetapi juga yang menukilkan berita dari sahabat dan tabi’in , sebab kenyataannya para perawi itu telah meriwayatkan apa yang datang dari nabi dan yang datang dari selainnya . oleh karena itu tidaklah keberatan untuk menyamakan hadis dengan khabar.[8]

2.       Sebagian ulama Hadis membedakan pengertian khabar dengan hadis
Dr. Muhammad Ajaj Al-Khatib dalam kitabnya Ushulul Hadis menjelaskan :
a.       Sebagian pendapat menyatakan , bahwa hadis adalah apa yang berasal dari nabi , sedang khabar adalah apa yang berasal dari selainnya . oleh karena itu dikatakan , orang yang tekun (menyibukkan diri ) pada hadis disebut dengan ‘’muhaddits’’ sedang orang yang tekun pada sejarah atau semacamnya disebut dengan ‘’ akhbary’’.
b.       Sebagian pendapat menyatakan , bahwa hadis bersifat khusus sedangkan khabar bersifat umum . oleh karena itu tiap tiap hadis adalah khabar dan tidak setiap khabar adalah hadis .[9]

C.       ATSAR
       Didalam kitab Tahriru Ulumil Hadis disebutkan bahwa diantara ulama ada yang mengkhususkan atsar itu dengan yang mauquf dari sahabat atau selainnya seperti tabi’in.[10]
       Secara etimologi ( bahasa) dalam kamus Lisanul ‘Arabi disebutkan , atsar adalah بقية الشيء berarti: bekas atau sisa sesuatu.
       Atsar  dapat juga berarti nukilan atau yang dinukilkan dari nabi dinamai do’a Ma’tsur.
Adapun pengertian menurut istilah , dapat disimpulkan pada 2 pendapat :
1.       Atsar sama atau sinonim dengan hadis .
Karena itu , ahli hadis disebut juga dengan atsary . Ath-Thabary memakai kata-kata atsar untuk yang datang dari nabi , sedangkan Ath-Thahawi memasukkan juga yang dari sahabat.
2.       Atsar tidak sama artinya dengan istilah hadis
a. Menurut Fuqaha, atsar adalah perkataan-perkataan ulama salaf, sahabat, tabi’in dan lain-lain.
b. Menurut fuqaha khurasan , atsar adalah perkataan sahabat , khabar adalah hadis nabi.
c. Az-Zarkasyi , memaknai istilah atsar untuk hadis mauquf tetapi membolehkan juga untuk memakai istilah atsar untuk hadis marfu’.[11]

D.      SUNNAH
       Sunnah dalam kitab Qawaid Ushulil Hadis disamakan dengan hadis yaitu pada istilah muhadditsin adalah perkataan-perkataan Rasulullah SAW., perbuatannya , takrirnya , sifatnya , dan perjalanan hidupnya. Dan sebagian mengartikan sunnah apa yang disandarkan kepada Rasulullah SAW. , baik perkataan , perbuatan , taqrir , sifat fisik , dan sifat akhlaknya.[12]
       Secara etimologi ( bahasa ) , sunnah adalah bentuk mufrad yang jamaknya adalah sunanun (سنن) dalam kamus Mukhtar Al-Sahah السَّنَنُ berarti الطريقة yang berarti jalan.
       menurut Asy-syaukani , sunnah berarti  الطريقة ولو غير مرضية  jalan , walaupun tidak diridhai.
       Dr. Musthafa As-Siba’iy dalam kitabnya Assunnah Wamakana Tuhafit Tasyri’il Islamy mengatakan bahwa arti sunnah menurut bahasa adalah : الطريقة محمودة كانت او مذمومة Jalan , baik terpuji maupun  tercela.

         Adapun arti sunnah menurut istilah , para ulama berbeda pendapat.
a. Menurut Ahli Hadis
      Sunnah ialah : ‘’ segala yang dinukilkan dari Nabi SAW. Baik perkataan , taqrir, pengajaran , sifat , keadaan , maupun perjalanan hidup beliau ; baik yang demikian itu terjadi sebelum maupun sesudah dibangkit menjadi rasul’’.
b. Menurut Ahli Ushul
    Sunnah ialah : ‘’ segala yang dinukilkan dari nabi SAW. Baik perkataan , perbuatan , maupun taqrir ( pengakuan ), yang mempunyai hubungan dengan hukum.
c. Menurut Ahli Fiqh
    Sunnah ialah “ suatu amalan yang diberi pahala apabila dikerjakan dan tidak diberi siksa apabila ditinggalkan’’.
d. Menurut Ibnu Taimiyah
    Sunnah ialah ‘’ adat (tradisi) yang telah berulang kali dilakukan masyarakat , baik yang dipandang ibadat maupun tidak .
e. Menurut Dr. Taufiq Sidqy
    Sunnah ialah ‘’ thariqat (jalan) yang dipraktekkan oleh rasul SAW. Terus menerus dan diikuti oleh para sahabat beliau.
f.  Menurut Prof Dr. T. M . Hasbi Ash-Shiddieqy
    Sunnah ialah :’’ suatu amalan yang dilaksanakan oleh nabi secara terus menerus dan dinukilkan kepada kita dari zaman ke zaman dengan jalan mutawatir ‘’ . jadi nabi melaksanakan amalan beserta para sahabat , para sahabat melaksanakannya beserta tabi’in , dan demikian seterusnya dari generasi kegenerasi sampai pada masa kita sekarang ini .
           Dalam artian inilah kata ‘’ sunnah’’ yang terdapat dalam hadis berikut:
النبي ص م  قال : تركت فيكم امرين لم تضلوا ما ان تمسكتم بهما: كتاب الله وسنة رسوله (رواه مالك)    
 ‘’ bahwasanya Rasulullah SAW. . pernah bersabda : aku telah meninggalkan pada kamu sekalian dua perkara , tidak akan tersesat kamu selama kamu berpegang teguh dangan kedua-duanya , yaitu : kitab Allah dan Sunnah Rasulnnya. (H.R. Malik ) .[13]

2 .    STRUKTUR HADIS SANAD MATAN RAWI DAN MUKHARRIJ
A.    SANAD
       Menurut bahasa, sanad berarti: sandaran,yang dapat dipegangi atau dipercayai,kaki bukit atau kaki gunung.
       Sedangkan menurut istilah, sanad adalah mata rantai para perawi hadis yang menghubungkan sampai kepada matan hadis.[14]
       Dalam bidang ilmu hadis sanand merupakan salah satu neraca yang menimbang shahih atau dhaifnya suatu hadis.Andaikata salah seorang dalam sanad ada yang fasik atau yang tertuduh dusta atau jika setiap para pembawa berita dalam mata rantai sanad tidak bertemu secara langsung (muttashil), maka hadis tersebut dhaif dan tidak dapat diterima sehingga tidak dapat dijadikan sebagai hujjah.Demikian sebaliknya jika pembawa hadis tersebut orang-orang yang cakap dan cukup persyaratan yaitu adil,takwa,tidak fasik,menjaga muru’ah.dhabit, dan sanadnya bersambung dari satu periwayat kepada periwayat yang lain sampai kepada sumber berita pertama, maka hadis tersebut dinilai shahih.[15]
       Sanad sangatlah penting dalam hadis,karena hadis itu terdiri dari dua unsur yang secara intergral tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain, yaitu matan dan sanad. Hadis tidak mungkin terjadi tanpa sanad karena mayoritas hadis pada masa nabi tidak tertulis sebagaimana al-qur’an dan dieterima secara individu (ahad) tidak secara mutaw hatir. Hadis hanya disampaikan dan diriwayatkan secara ingat-ingatan dan hafalan para sahabat yang andal, di samping hiruk-piruk para pemalsu hadis yang tidak bertanggug jawab. Oleh karena itu,tidak semua hadis dapat diterima oleh para ulama, kecuali telah memenuhi kriteria yang ditetapkan, di antaranya disertai sanad yang dapat dipertanggungjawabkan keshahihannya. Para ulama memberikan berbagai komentar tentang pentingnya sanad, antara lain :
a.       Muhammad bin Sirin ( w.110 H/728 M) berkata :
ان هذالعلم دين فانظروا عمن تاخذون دينكم                    
“ Sesungguhnya ilmu ini (Hadis) adalah agama, perhatikanlah dari mana kalian mengambil agama kalian itu “.
b.       Abdullah bin Al-Mubarak (w.181 H/797 M) berkata :
الاسناد من الدين ولولا السناد لقال من شاء ماشاء                   
“ Sanad itu adalah sebagian dari agama jika tidak ada sanad maka siapa saja dapat mengatakan apa yang dikehendakinya “.

c.       Az-Zuhri setiap menyampaikan hadis disertai dengan sanad dan berkata:
لايصلح ان يرقى السطح الا بدرجه                      
“Tidak layak naik ke loteng/atap rumah kecuali dengan tangga”.
       Maksud tangga adalah sanad.Jadi,seseorang tidak mungkin sampai kepada Rasulullah.SAW. dalam periwayatn hadis tanpa harus melalui sanad.
       Penyataan-pernyataan di atas memberikan petunjuk bahwa apabila sanad suatu hadis benar-benar dapat dipertanggungjawabkan keshahihannya, maka hadis pada umumnya berkualitas shahih dan tidak ada alasan untuk menolaknya.[16]
B.     MATAN
       Kata matan atau al-matan menurut bahasa berarti : keras,kuat,sesuatu yang tampak dan yang asli,tanah yang tinggi dan keras.
       Menurut istilah,matan adalah :
                                                   ما ينتهى اليه السناد من الكلام  
“ suatu kalimat tempat berhentinya sanad “.[17]
       Berbagai redaksi defenisi matan hadis yang diberikan para ulama, intinya sama yakni materi atau isi berita yang datang dari Nabi.SAW.
       Dalam perkembangan karya penulisan, ada matan dan ada syarah. Matan di sini maksudnya adalah karya atau karangan asal seseorang pada umumnya menggunakan bahasa yang universal , padat , dan singkat. Sedangkan syarahnya dimaksudkan penjelasan yang lebih terurai dan terperinci. Dimaksudkan dalam konteks hadis, hadis sebagai matan,kemudian diberikan syarah atau penjelasan yang luas oleh para ulama, misalnya Shahih Al-Bukhari disyarahkan oleh Al-Asqalani dengan nama Fathul Bari dan lain-lain.[18]
C.       RAWI
       Kata rawi dalam bahasa Arab berasal dari kata Riwayah yang berarti memindahkan atau menukilkan (النقل). Yaitu memindahkan atau menukil suatu berita dari seseorang kepada orang lain. Adapun secara istilah, ar-rawi adalah orang yang menyampaikan periwayatan hadis (ada’ al-hadis) dari seorang guru kepada orang lain yang terhimpun ke dalam buku hadis. Untuk menyatakan perawi suatu hadis dinyatakan dengan kata رواه البخارى   , berarti hadis diriwayatkan oleh Al-Bukhari.[19]
       Sebenarnya antara sanad dan para perawi merupakan dua istilah yang tidak dapat dipisahkan karena sanad hadis pada setiap thabaqat terdiri dari para perawi.Mereka adalah orang-orang yang menerima dan meriwayatkan serta memindahkan hadis dari seorang guru kepada murid-muridnya atau teman-temannya. Kemudian bagi perawi yang menghimpun ke dalam suatu hadis ke dalam suatu kitab tadwin disebut dengan perawi dan disebut dengan mudawwin atau orang yang menghimpun dan membukukan hadis.Demikian pula ia disebut mukharrij, karena ia yang menerangkan para perawi dalam sanad dan derajad hadis itu ke dalam kitab hadisnya.[20]

D.     MUKHARRIJ
       Kata mukharrij merupakan isim fail dari kata takhrij atau istikhraj dan ikhraj yang dalam bahasa diartikan : menampakkan,mengeluarkan, dan menarik. Maksud mukharrij adalah seseorang yang menyebutkan suatu hadis dalam kitabnya dengan sanadnya. Misalnya jika suatu hadis mukharrijnya adalah Bukhari berarti hadis tersebut dituturkan oleh al-Bukhari dalam kitabnya dan sanadnya. Oleh karena itu, biasanya pada akhir periwayatn sebuah hadis disebutkan akhrajahul Bukhari (ditakhrij oleh Bukhari ) dan seterusnya.[21]
3.      SYARAT SYARAT HADIS SHAHIH ( SANAD DAN MATAN) MELIPUTI KAIDAH MAYOR DAN MINOR SANAD DAN MATAN HADIS
1.      Pengertian dan syarat-syarat hadis shahih
       Menurut bahasa , shahih berarti : sehat ; selamat dari aib ; benar atau betul.
Menurut istilah , arti hadis shahih ialah hadis yang bersambung sanadnya, diriwayatkan oleh orang-orang yang adil dan dhabith , serta tidak terdapat didalamnya suatu kejanggalan dan cacat . demikian menurut imam nawawi , berdasar kaidah yang dibuat oleh ibnu shalah.[22]

        Berdasarkan pengertian ini maka syarat-syarat hadis shahih ada lima macam .yakni:
1.      Sanad hadis itu harus bersambung ( ittishalul isnad).
       Maksudnya , sanad hadis itu sejak dari mukharrijnya sampai kepada nabi tidak ada yang terputus . karenanya , hadis munqathi’ , mu’dhal,muallaq,mudallas dan sebangsanya , tidaklah termasuk hadis shahih.jadi, hadis nabi yang berkualitas shahih , haruslah berupa hadis musnad dan bukan sekedar hadis muttashil. Sebab, sebagaimana telah dijelaskan dalam bab yang lalu , bahwa setiap hadis musnad , pasti hadis muttashil , dan tidak setiap hadis muttashil adalah hadis musnad. Sebab hadis muttashil adakalanya marfu’ dan adakalanya tidak , sedang hadis musnad , pasti marfu’nya .kemudian adakalanya muttashil dan adakalanya tidak muttashil, sedang hadis musnad , pasti muttashil.
2.      Para perawi yang meriwayatkan hadis itu , haruslah orang yang bersifat adil ( kepercayaan).
       Arti adil disini adalah memiliki sifat-sifat :
a.)    Istiqamah dalam Agamanya ( islam ) ;
b.)    Akhlaknya baik ;
c.)    Tidak fasiq ( antara lain tidak banyak melakukan dosa-dosa kecil , apalagi dosa besar); dan
d.)    Memelihara muru’ahnya ( memelihara kehormatan dirinya )
Jadi pengertian adil disini bukanlah seperti pengertian umum , yakni wadha’a kulla syai’in fi mahallihi atau meletakkan segala sesuatu pada tempatnya , tetapi mengandung seperti aspek-aspek diatas.
3.      Para perawi yang meriwayatkan hadis itu , haruslah bersifat dhabith . arti dhabith disini ialah memiliki ingatan dan hafalan yang sempurna . dia memahami dan hafal dengan  baik apa yang diriwayatkannya itu , serta mampu menyampaikan hafalan itu kapan saja dikehendaki . gabungan dari adil dan dhabith , biasa disebut dengan istilah tsiqah atau tsabat . jadi , orang yang tsiqah pasti adil dan dhabith , tetapi orang yang adil dan dhabith saja , belumlah termasuk orang yang tsiqah.
4.      Apa yang berkenaan dengan periwayatan hadis itu , tidak ada kejanggalan-kejanggalan ( syuzudz ).
Yang dimaksud dengan syuzudz adalah apa yang sebenarnya berlawanan dengan peri keadaan yang terkandung dalam sifat tsiqah , atau bertentangan dengan kaidah-kaidah yang telah berlaku secara umum, atau bertentangan dengan hadis yang lebih kuat.
5.      Apa yang berkenaan dengan hadis itu , tidak ada sama sekali cacatnya.[23]

2.      Kaidah mayor keshahihan sanad dan matan suatu hadis
       Salah seorang ulama hadis yang berhasil menyusun rumusan kaidah
 keshahihan hadis adalah Abu ‘Amr ‘Usman bin ‘Abdirrahman bin As-Salah Asy-Syahrazuri, yang biasa disebut sebagai Ibnu As-Salah ( wafat 577 H/ 1245 M) , rumusan yang dikemukakannya sebagai berikut :
اما الحديث الصحيح : فهو الحديث المسند الذي يتصل اسناده بنقل العدل الضابط الي منتهاه ولا يكون شاذا ولا معللا
Artinya :
Adapun hadis shahih ialah hadis yang bersambung sanadnya ( sampai kepada nabi ) , diriwayatkan oleh ( periwayat ) yang adil dan dhabit sampai akhir sanad , ( didalam hadis itu ) tidak terdapat kejanggalan (syuzuz ) dan cacat ( ‘illat).

        Berangkat dari defenisi itu dapatlah dikemukakan bahwa unsur-unsur kaedah kesahihan hadis adalah sebagai berikut :
1.      Sanad hadis yang bersangkutan harus bersambung mulai mukharrijnya sampai kepada nabi;
2.      Seluruh periwayat dalam hadis itu harus bersifat adil dan dhabit ;
3.      Hadis itu , jadi sanad dan matannya harus terhindar dari kejanggalan ( syuzuz ) dan cacat (‘illat).
        Dari ketiga butir tersebut dapat diurai menjadi tujuh butir , yakni lima butir yang berhubungan dengan sanad dan dua butir yang berhubungan dengan matan . berikut ini dikemukakan uraian butir yang dimaksud :
a.       Yang berhubungan dengan sanad :
1.      Sandanya bersambung
2.      Periwayat bersifat adil
3.      Periwayat bersifat dhabit
4.      Terhindar dari kejanggalan ( syuzuz )
5.      Terhindar dari cacat ( ‘illat )
b.      Yang berhubungan dengan matan :
1.      Terhindar dari kejanggalan ( syuzuz )
2.      Terhindar dari cacat (‘illat)[24]



c.       Kaidah minor sanad dan matan suatu hadis
       Kaidah mayor merupakan kaidah induk dari kaidah kesahihan sanad dan matan suatu hadis , dan kemudian dari kaidah mayor tersebut memiliki syarat-syarat tersendiri , cabang-cabang dari setiap kaidah mayor sanad dan matan hadis itulah yang dinamakan kaidah minor . Dr. Abdul Gaffar M.Th.I memberikan penjelasan mengenai kaidah mayor dan minor ini yaitu sebagai berikut :
1.      Kaidah minor sanad hadis
       Dr. Abdul Gaffar M.Th.I memberikan penjelasan mengenai kaidah mayor dan minor ini yaitu sebagai berikut :
1.      Dilihat dari Sanadnya yang bersambung memiliki kaidah minor yaitu:
a.       Marfu’
Para ulama hadis memberikan pengertian tentang hadis marfu’ adalah segala perkataan , perbuatan , dan taqrir yang disandarkan kepada nabi Muhammad saw., baik bersambung sanadnya ataupun tidak , baik yang menyandarkan itu sahabat nabi atau bukan. Jadi yang terpenting adalah berita itu disandarkan kepada nabi saw.
b.      Muttashil
Yang dimaksud muttashil disini berdasarkan penjelasan Dr. Abdul Gaffar M.Th.I dari itu memiliki karateristik yaitu:
1.      Biodata setiap periwayat periwayat lengkap
2.      Mu’asyarah ( hidup se-zaman ) wa liqa’ ( terjadi pertemuan antara guru dan murid.
c.       Bebas dari syuzuz
Bebas dari syuzuz atau bebas dari kejanggalan memiliki karakteristik yaitu sanadnya tidak berbeda dengan riwayat yang lebih tsiqah ( dari aspek kualitas dan kuantitas )
d.      Bebas dari ‘illah
Dalam istilah muhaddisūn, ‘illat adalah sebab tersembunyi yang masuk ke dalam hadis sehingga merusak kesahihannya.
2.      Dilihat dari ‘adalah rawi melahirkan beberapa kaidah minor yakni:
1.      Muslim
Yakni beragama islam ketika meriwayatkan sebuah hadis.

2.      Mukallaf
Yang dimaksud mukallaf adalah baligh dan berakal saat meriwayatkan hadis
3.      Melaksanakan ketentuan agama
Yaitu tidak pernah melakukan dosa besar dan tidak sering melakukan dosa kecil
4.      Menjaga muru’ah
Yaitu menghindari hal-hal yang dapat merusak harga dirinya ( bukan dosa ) atau sesuatu yang tidak etis.
3.      Dilihat dari dabt Ar-Rawi melahirkan beberapa kaidah minor yakni:
1.      Memahami dengan baik
Yaitu tepat dalam meriwayatkan hadis dengan riwayat bilma’na
2.      Menghafal dengan baik
Yakni tidak melakukan perubahan sanad dan matan hadis
3.      Meriwayatkan dengan baik
Yakni benar dalam menyampaikan hadis

2.      Kaidah minor matan hadis
1.      Terhindar dari syuzuz ( kejanggalan)
       Dalam pembahasan mengenai kaidah mayor dan minor Dr. H. Rajab, M.Ag.  menjelaskan bahwa Menurut Asy-Syafi’i bukanlah yang disebut hadis syāzz itu hadis yang diriwayatkan oleh seorang periwayat siqah  yang tidak diriwayatkan periwayat lainnya. Bukan seperti itu yang disebut syāzz. Syāzz adalah jika seorang periwayat siqah meriwayatkan hadis yang berbeda dengan orang banyak. Ada dua ketentuan yang harus dipenuhi oleh hadis syāzz dalam definisi al-Syafii, yaitu (1) hadis diriwayatkan oleh seorang yang siqah; dan (2) riwayat tersebut berbeda dengan riwayat periwayat  lain pada hadis yang sama, tetapi lebih kuat.
        Dr. H. Rajab, M.Ag  memaparkan Dari kaidah mayor ini melahirkan beberapa kaidah minor yakni :
    1. . Al-Qalb  atau hadis maqlūb, yaitu hadis yang mengalami pemutar balikan matan. Yang seharusnya diawal ditempatkan di akhir, atau sebaliknya.
    2. Idraj atau hadis mudraj, yaitu hadis yang mengalami sisipan, baik dari matan hadis lain maupun dari ucapan periwayat.
    3. Ziyadah atau hadis mazīd, yaitu hadis yang megalami tambahan dari periwayat £iqah (ziyādat al-£iqah).
    4. Idtirab atau hadis Mudtarib, hadis yang diriwayatkan dari seorang periwayat atau lebih dengan beberapa redaksi yang berbeda dan dengan kualitas yang sama, sehingga tidak ada yang dapat diunggulkan dan tidak dapat dikompromikan.
    5. Tashif atau hadis musahhaf, yaitu hadis yang mengalami perubahan suatu kata dalam hadis dari bentuk yang telah dikenal kepada bentuk lain.
    6. Tahrif atau hadis muharraf, yaitu hadis yang padanya terjadi perubahan syakal, sedangkan hurufnya masih tetap
2.      Terhindar dari cacat (‘illat)
       ‘illah adalah kaidah mayor bagi hadis yang dapat disingkap sebab yang menyebabkan kualitasnya  menjadi lemah dengan cara membandingkannya dengan unsur luar hadis itu.
        Dr. H. Rajab, M.Ag.  menjelaskan bahwa Jika dirujuk pada sejarah penelitian matan hadis sejak zaman Nabi saw.,  penelitian  hadis untuk mengetahui terhindar tidaknya hadis tersebut dari ‘illah tidaklah berbeda dengan praktek para sahabat dan tabiin melakukan metode mu‘āradah dengan dalil-dalil lain.
       Kaidah mayor ini melahirkan beberapa kaidah minor yaitu :
       Tidak bertentangan dengan al-Quran.
       Tidak bertentangan dengan Hadis lain
       Tidak bertentangan dengan Sejarah
       Tidak bertentangan dengan kaidah kebahasaan
       Tidak bertentangan dengan akal sehat.
BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
     Berdasarkan kegiatan penulisan makalah ini, maka, dapat disimpulkan bahwa Hadis memiliki sinonim yaitu dengan sunnah, khabar , dan atsar , namun, terdapat berbedaan antara satu dengan yang lainnya.
       Hadis memiliki tiga unsur utama yaitu sanad , matan , dan rawi .Dan didalam hadis memiliki kaidah tersendiri dalam menentukan kesahihannya yaitu salah satunya dengan kaidah mayor dan minor.

B.    DAFTAR PUSTAKA
Ismail, Dr.M. Syuhudi.1992.Metodologi Penelitian Hadis Nabi. Jakarta : Bulan Bintang.
Ismail, Dr.M. Syuhudi.1987.Pengantar Ilmu Hadis. Bandung : Angkasa.
Suparta M.A. Dr.H.Munzier.2014.Ilmu Hadis .Jakarta : Rajawali Pers.
Hasyim ,Dr. Ahmad Umar . 1984 .Qawaid Ushulil Hadis. Bairut : Darul Kitab ‘Arabi.

Al-Judai’, Abdullah Bin Yusuf .2003. Tahriru Ulumil Hadis : Muassasah  Ar-Riyyan.
Khon, Dr. H. Majid M.Ag. 2015. Ulumul Hadis. Jakarta : Amzah.
Kamus lisanul ‘Arabi
Kamus Mukhtar As-Sahah.



[1] Dr.M. Syuhudi Ismail,Pengantar Ilmu Hadis( Bandung : Angkasa, 1987),hlm.1

[2] Dr.M. Syuhudi Ismail,Pengantar Ilmu Hadis( Bandung : Angkasa, 1987),hlm.2.
[3] Dr.M. Syuhudi Ismail,Pengantar Ilmu Hadis( Bandung : Angkasa, 1987),hlm.2.
[4] Ibid,hlm.3.
[5] Dr.M. Syuhudi Ismail,Pengantar Ilmu Hadis( Bandung : Angkasa, 1987),hlm.3.
[6] Ibid,hlm.3
[7] Dr. Ahmad Umar Hasyim,Qawaid Ushulil Hadis ( Bairut : Darul Kitab ‘Arabi , 1984 ),hlm.23.
[8] Dr.M. Syuhudi Ismail,Pengantar Ilmu Hadis( Bandung : Angkasa, 1987),hlm.10.

[9] Dr.M. Syuhudi Ismail,Pengantar Ilmu Hadis( Bandung : Angkasa, 1987),hlm10.
[10]Abdullah Bin Yusuf Al-Judai’, Tahriru Ulumil Hadis( Barithaniyyah:Muassasah  Ar-Riyyan,2003),hlm.19.

[11] Dr.M. Syuhudi Ismail,Pengantar Ilmu Hadis( Bandung : Angkasa, 1987),hlm.10.
[12]Dr. Ahmad Umar Hasyim,Qawaid Ushulil Hadis ( Bairut : Darul Kitab ‘Arabi , 1984 ),hlm.23.

[13] Dr.M. Syuhudi Ismail,Pengantar Ilmu Hadis( Bandung : Angkasa, 1987),hlm12.
[14] Dr.M. Syuhudi Ismail,Pengantar Ilmu Hadis( Bandung : Angkasa, 1987),hlm17.
[15] Dr.H.Abdul Majid Khon ,M.Ag.,Ulumul Hadis (Jakarta : Amzah, 2015),hlm.107.
[16] Dr.H.Abdul Majid Khon ,M.Ag.,Ulumul Hadis (Jakarta : Amzah, 2015),hlm.108.
[17] Dr.H.Munzier Suparta , M.A., Ilmu Hadis ( Jakarta : Rajawali Pers , 2014 ),hlm.46.
[18] Dr.H.Abdul Majid Khon ,M.Ag.,Ulumul Hadis (Jakarta : Amzah, 2015),hlm.113.
[19] Ibid,hlm.114
[20] Ibid,hlm.115
[21] Dr.H.Abdul Majid Khon ,M.Ag.,Ulumul Hadis (Jakarta : Amzah, 2015),hlm.114
[22] Dr.M. Syuhudi Ismail,Pengantar Ilmu Hadis( Bandung : Angkasa, 1987),hlm179.
[23] Dr.M. Syuhudi Ismail,Pengantar Ilmu Hadis( Bandung : Angkasa, 1987),hlm180.
[24] Dr.M. Syuhudi Ismail,Metodologi Penelitian Hadis Nabi ( Jakarta Bulan Bintang, 1992),hlm.65.